Ketersediaan Lahan dan Perubahan Iklim jadi Tantangan Pengembangan Pertanian di Indonesia
Pertanian

Ketersediaan Lahan dan Perubahan Iklim jadi Tantangan Pengembangan Pertanian di Indonesia

Indonesia selain dikenal sebagai negara maritim juga mendapat julukan negara agraris, hal ini dikarenakan sebagian besar lahan yang ada memiliki tingkat kesuburan yang cocok untuk bercocok tanam. Namun seiring perkembangan zaman, ketersediaan lahan pertanian semakin sempit, pada akhirnya berpengaruh pada ketersediaan pangan.

Hal ini menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam pengembangan pertanian guna menjaga ketersediaan pangan nasional. Anggota Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Marsudi Wahyu Kisworo mengungkapkan berbagai ancaman dan tantangan di bidang pertanian.

“Kita menghadapi ancaman dan tantangan dalam pengembangan pertanian diantaranya ketersediaan pangan, bidang kesehatan, serta perubahan iklim yang mengakibatkan kekeringan, kesulitan air akan berpengaruh juga pada pertanian, hingga menyebabkan perubahan budaya,” ungkap Marsudi pada Festival Tradisi Tani yang digelar di Kelurahan Ngleri, Kecamatan Playen, Gunungkidul, Yogyakarta pada Sabtu, (25/2).

Untuk itu, ia menekankan pentingnya peran BRIN dalam memanfaatkan inovasi dan teknologi hasil riset bagi masyarakat. “Gunakan inovasi dan teknologi yang tidak memerlukan petani dalam jumlah banyak, mengingat jumlah petani kita saat ini yang berusia dibawah 50 tahun < 40%,” tegasnya.

Hal senada juga disampaikan Anggota Dewan Pengarah BRIN Bambang Kesowo bahwa pangan menjadi permasalahan global. “Pertambahan penduduk dunia sangat cepat, sedangkan lahan semakin sempit. Pangan akan menjadi permasalahan, tidak menutup kemungkinan terjadi di Gunungkidul,” ujarnya.

Menurut Bambang, teknologi bukan hanya sebagai alat, tetapi perlu juga dipetakan terlebih dahulu hal-hal yang dibutuhkan di Gunungkidul. “Misalnya tanaman apa yang cocok untuk ditanam di Gunungkidul, baru kemudian dirisetkan teknologi dan inovasi yang cocok untuk diimplementasikan di sini,” papar Bambang.

Sementara itu, Anggota Dewan Pengarah BRIN lainnya, Tri Mumpuni menawarkan konsep Tekno-Antropologi yang dapat diadopsi. “Tekno-Antropologi mendekatkan sedekat mungkin teknologi yang kita ciptakan dengan kemampuan masyarakat,” jelasnya.

Ia menekankan pentingnya periset BRIN untuk berkolaborasi dengan masyarakat. “Tugas periset adalah mendekatkan teknologi, budaya, kebiasaan lokal agar dapat menyatu, sehingga masyarakat dapat ikut menjadi pemilik kegiatan industri,” tambah Tri.

Peran Perempuan di Bidang Pertanian DIY

Dalam kesempatan tersebut Senator Provinsi DIY GKR Hemas menegaskan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam pengembangan pertanian DIY. “Perempuan punya peran yang luar biasa dalam pertanian, terlibat mulai dari proses penanaman, hingga menjadi pendukung ekonomi keluarga,” terangnya.

Disamping itu, Hemas juga menekankan pentingnya inovasi bagi perempuan. “Inovasi perempuan dalam pertanian juga penting, bukan hanya terlibat langsung dalam mengembangkan pertanian, tetapi juga usaha pertanian, penyelamatan lahan, peningkatan pangan, dan kesejahteraan masyarakat di Yogyakarta,” tambahnya.

Ia mencontohkan produktivitas petani perempuan di Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta. “Perempuan di Kulonprogo berperan penting dalam sektor pertanian cabai, mereka telah menghasilkan 37 ribu ton cabai di tahun 2020,” tutur Hemas.

Permaisuri Sri Sultan Hamengkubuwana X tersebut menyatakan bahwa ketahanan pangan di Yogyakarta sudah baik, termasuk potensi dalam menggerakkan petani milenial. “Petani milenial harus bergerak lebih cepat, termasuk melakukan kegiatan yang mengikuti perkembangan teknologi,” ujarnya optimis.

Hemas berharap BRIN dapat memberikan wawasan baru bagi warga di Kelurahan Ngleri, Gunungkidul. “Sampaikan apa yang harus diteliti dengan petani-petani yang ada di DIY,” pesannya.

Kepala Organisasi Riset Tata Kelola Pemerintahan, Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat (OR TKPEKM) BRIN Agus Eko Nugroho, kegiatan Festival Tradisi Desa Tani penting bagi BRIN, khususnya bagi ORTKPEKM dan PRKSDK. “Ini sebagai media untuk dekat dengan masyarakat, sekaligus kesempatan bagi sivitas BRIN dalam memahami permasalahan masyarakat,” ujar Agus.

Baca Juga : Pertanian Merupakan Usaha Pembuatan Pangan di Bidang Pertanian

Menurutnya melalui kegiatan ini BRIN dapat berkontribusi secara langsung pada masyarakat. “BRIN berkolaborasi dengan semua pihak untuk memberikan jawaban, aktivitas, ataupun aksi riset dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat,” kata Agus.

Kepala PRKSDK M. Alie Humaedi mengatakan, melalui kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Tujuan dari kegiatan ini bermuara pada penguatan kapasitas dan konektivitas untuk kesejahteraan, jaminan dan perlindungan sosial, pemanfaatan teknologi dan kearifan lokal, penciptaan inovasi dan prototype pengembangan desa pertanian, serta pemberdayaan masyarakat dan transformasi sosial untuk peningkatan kesejahteraan,” ujar M. Alie.

Perwakilan warga Ngleri Agus Sumaryono berharap adanya kegiatan ini dapat memunculkan lebih banyak petani milenial yang dapat memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan produktivitas pertanian di Gunungkidul. “Semoga BRIN dapat merumuskan rekomendasi bagi masyarakat Ngleri, adanya pemetaan wilayah di sini, dan lain-lain yang dapat diimplementasikan dan nantinya dapat diadopsi di wilayah lain,” ujar Sumaryono.

Kegiatan Festival Tradisi Desa Tani terdiri dari rangkaian kegiatan penanaman 1.000 tanaman buah, sarasehan desa, sosialisasi sensus pertanian 2023, klinik tani dan ternak, aksi petani milenial, menggali ilmu dari pakar, bazaar UMKM, lomba mewarnai dan mendongeng bagi anak-anak Ngleri dan sekitarnya. Kegiatan ini merupakan kerja sama PRKSDK BRIN dengan Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pertanian, dan Pemkab Gunungkidul.

error: Content is protected !!