
Membandingkan Sistem Pertanian di Jepang dan Indonesia
Contents
Membandingkan Sistem Pertanian di Jepang dan Indonesia
Pertanian adalah sektor penting bagi negara-negara agraris Slot Gacor 777 seperti Jepang dan Indonesia. Namun, meskipun keduanya memiliki sejarah pertanian yang panjang, tetapi sistem pertanian yang mereka gunakan sangat berbeda. Dari segi teknologi, kebijakan pemerintah, hingga budaya petani, perbedaan sistem pertanian di Jepang dan Indonesia menjadi salah satu hal yang menarik untuk dibahas.
Jepang dan Indonesia memiliki perbedaan signifikan dalam pendekatan mereka dalam mengembangkan sektor pertanian. Di jepang, pertanian telah menjadi bagian penting dalam ekonomi negara dan menjadi sumber penghasilan yang besar bagi petani. Sementara di Indonesia, sektor pertanian masih dianggap sebagai sektor yang kurang berkembang dan dihadapkan pada berbagai tantangan seperti masalah infrastruktur dan akses ke pasar.
Namun, perbedaan ini tidak hanya terlihat dari aspek ekonomi semata. Ada juga perbedaan dalam pandangan dan nilai-nilai budaya yang dipegang oleh masyarakat petani di kedua negara. Perbedaan ini dapat dilihat dari cara petani di Jepang memperlakukan lahan mereka yang dianggap sebagai harta suci dan juga diwujudkan dalam sistem sawah terasering yang dianggap sebagai warisan budaya yang perlu dijaga dan dilestarikan.
Sedangkan di Indonesia, petani masih menghadapi berbagai masalah seperti lahan yang sempit dan kurangnya modal dan teknologi yang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Dalam artikel ini, akan dibahas perbandingan sistem pertanian di Jepang dan Indonesia secara lebih detail, dari perbedaan teknologi, kebijakan pemerintah, hingga nilai-nilai budaya yang mendasar, semuanya akan dijelaskan untuk memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana kedua negara tersebut mengembangkan sektor pertanian mereka.
Ada perbedaan signifikan antara sistem pertanian Jepang dan Indonesia dalam hal teknologi yang digunakan. Jepang dikenal karena adopsi teknologi pertanian yang canggih dan inovatif. Mereka telah mengembangkan sistem pertanian berbasis teknologi tinggi, seperti penggunaan robotik, automatisasi, sensor, dan kecerdasan buatan. Di sisi lain, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam adopsi teknologi modern. Banyak petani di Indonesia masih menggunakan metode pertanian tradisional dan teknologi yang lebih sederhana.
Pertanian di Jepang umumnya dilakukan pada skala kecil hingga menengah. Hal ini memungkinkan petani Jepang untuk menerapkan teknologi dengan lebih intensif pada area yang lebih kecil. Pemerintah Jepang juga berperan dan memberikan dukungan khusus untuk petani kecil dan mengadvokasi revitalisasi pertanian di daerah pedesaan. Di Indonesia, ada kombinasi antara pertanian skala kecil, menengah, dan besar. Sebagian besar petani di Indonesia adalah petani skala kecil dengan akses terbatas terhadap teknologi modern. Pemerintah Indonesia juga memiliki program yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas petani skala kecil dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
Jepang telah mengadopsi teknologi robotika dalam sektor pertanian mereka. Mereka menggunakan robot untuk melakukan tugas seperti penanaman, penyemprotan pestisida, dan panen. Di Indonesia, penggunaan robotika dalam pertanian masih terbatas dan lebih banyak dilakukan secara manual. Jepang menggunakan sensor dan teknologi Internet Of Things (IoT) dalam pemantauan tanaman, pengendalian iklim, dan manajemen irigasi. Sensor dan sistem terkoneksi memungkinkan petani untuk memantau dan mengontrol kondisi pertanian dengan lebih efisien. Di Indonesia, penggunaan sensor dan IoT dalam pertanian masih terbatas dan masih banyak petani yang mengandalkan pengalaman dan pengetahuan tradisional dalam mengelola lahan mereka.
Jepang memiliki sistem informasi pertanian yang maju, termasuk basis data yang kaya tentang cuaca, keadaan tanah, dan manajemen pertanian. Data ini digunakan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik dan perencanaan yang lebih efisien. Di Indonesia, sistem informasi pertanian masih dalam tahap pengembangan, dan akses terhadap data yang akurat dan terkini masih menjadi tantangan. Pemerintah Jepang memiliki fokus yang kuat pada keamanan pangan dan kemandirian pangan. Mereka mendorong produksi lokal dan diversifikasi sumber pangan untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Pemerintah Jepang memberikan dukungan finansial dan kebijakan subsidi untuk mendorong pertumbuhan sektor pertanian. Di Indonesia, meskipun keamanan pangan juga penting, pemerintah lebih fokus pada peningkatan produksi dan produktivitas pertanian guna mengurangi impor pangan dan mencapai swasembada pangan.
Jepang memiliki kebijakan yang ketat terkait pengelolaan lahan pertanian. Mereka melakukan upaya untuk melindungi lahan pertanian dari konversi menjadi penggunaan non-pertanian dan membatasi perubahan penggunaan lahan. Pemerintah Jepang juga mendukung program pengelolaan lahan pertanian yang berkelanjutan. Di Indonesia, masalah konversi lahan pertanian menjadi penggunaan non-pertanian masih menjadi masalah, terutama dalam konteks pertumbuhan perkotaan dan industri.
Jepang memiliki infrastruktur pertanian yang baik, termasuk irigasi yang efisien, sistem penyimpanan dan distribusi yang baik, serta akses pasar yang baik. Pemerintah Jepang memberikan dukungan untuk meningkatkan infrastruktur pertanian di daerah pedesaan. Di Indonesia, masih ada kebutuhan untuk meningkatkan infrastruktur pertanian, terutama di daerah pedesaan yang terpencil, untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Di Jepang, terdapat konsep keharmonisan dengan alam yang dikenal sebagai “wa”. Prinsip ini mendorong pengelolaan pertanian yang seimbang dengan ekosistem alam, menjaga keselarasan antara manusia dan alam. Di Indonesia, meskipun juga ada pemahaman tentang ketergantungan manusia pada alam, nilai-nilai seperti adat istiadat lokal dan kepercayaan spiritual juga memengaruhi pendekatan dalam pertanian.
Jepang memiliki tradisi dan warisan budaya yang kaya dalam pertanian. Praktik-praktik pertanian di Jepang sering kali diwariskan dari generasi ke generasi, dengan pentingnya mempertahankan dan menghormati pengetahuan tradisional. Di Indonesia, tradisi dan warisan juga memainkan peran penting dalam pertanian, dengan keberagaman budaya dan tradisi agraris yang dipelihara oleh masyarakat setempat. Di Jepang, terdapat nilai-nilai komunal yang kuat dalam pertanian. Petani seringkali bekerja sama, berbagi pengetahuan, dan saling membantu dalam kegiatan pertanian. Konsep gotong royong dan saling bergantung adalah bagian integral dari kehidupan pertanian di Jepang. Di Indonesia, nilai-nilai komunal juga penting dalam pertanian, dengan masyarakat agraris seringkali bekerja sama dalam aktivitas pertanian dan berbagi sumber daya untuk kepentingan bersama.
Jepang dikenal dengan standar kualitas yang tinggi dalam berbagai sektor, termasuk pertanian. Petani Jepang seringkali mengejar keunggulan dalam teknik pertanian, pemrosesan makanan, dan cara menyajikan produk kepada konsumen. Di Indonesia, sementara juga ada perhatian terhadap kualitas, nilai-nilai lain seperti keberagaman dan ketersediaan pangan mungkin lebih ditekankan. Di Jepang, kemandirian pangan dan swasembada menjadi nilai yang penting. Pemerintah Jepang mendorong produksi lokal dan diversifikasi sumber pangan untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Di Indonesia, meskipun juga ada kepentingan untuk meningkatkan produksi lokal, keberlanjutan pangan dan ketahanan pangan lebih merupakan fokus utama dalam rangka mencapai swasembada.
Perbedaan sistem pertanian Jepang dan Indonesia mulai dari teknologi, kebijakan pemerintah, sampai nilai-nilai budaya yang mendasar mencerminkan perbedaan dalam tingkat perkembangan, kondisi, tantangan, dan konteks sosial masyarakat Jepang dan Indonesia. Meskipun ada perbedaan, kedua negara memiliki penghargaan yang kuat terhadap pertanian dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam praktik pertanian mereka. Kedua negara akan terus berupaya untuk meningkatkan sistem pertanian mereka.
Jepang: Merevolusi pertanian tanpa lahan dan petani menggunakan sains dan teknologi
Yuichi Mori tidak menanam buah dan sayuran di tanah. Dia bahkan tidak memerlukannya. Ilmuwan Jepang ini malahan bergantung pada materi yang awalnya dirancang untuk mengobati ginjal manusia — selaput polimer bening dan berpori. Tanaman tumbuh di atas selaput, yang membantu penyimpanan cairan dan nutrien. Selain memungkinkan tanaman tumbuh dalam keadaan apapun, teknik ini menggunakan air 90% lebih sedikit dibandingkan pertanian tradisional dan tidak lagi memakai pestisida karena polimer menghambat virus dan bakteri.
ni adalah salah satu cara Jepang – yang kekurangan lahan dan sumber daya manusia – melakukan revolusi pertanian.
“Saya mengadaptasi materi yang digunakan untuk menyaring darah pada proses dialisis ginjal,” kata ilmuwan tersebut kepada BBC. Perusahaannya, Mebiol, memiliki paten penemuan yang telah didaftarkan di hampir 120 negara tersebut. Hal ini menggarisbawahi revolusi pertanian yang sedang berlangsung di Jepang: Lahan diubah menjadi pusat teknologi dengan bantuan kecerdasan buatan (AI), internet (IoT), dan pengetahuan tercanggih. Kemampuan agroteknologi untuk meningkatkan ketepatan dalam mengamati dan memelihara tanaman kemungkinan akan berperan penting di masa depan. Laporan PBB tahun ini tentang Pengembangan Sumber Daya Air/UN World Report on Water Resources Development memperkirakan 40% produksi biji-bijian dan 45% Produk Domestik Bruto/Gross Domestic Product dunia akan bermasalah pada tahun 2050 jika kerusakan lingkungan dan sumber daya air berlanjut pada tingkat yang terjadi sekarang.
Metode budi daya seperti yang dikembangkan Yuichi Mori telah digunakan di lebih 150 daerah di Jepang dan tempat-tempat lain seperti Uni Emirat Arab (UAE). Metode ini terutama penting dalam membangun kembali daerah pertanian Jepang timur laut yang tercemar berbagai zat dan radiasi dari tsunami setelah gempa besar dan bencana nuklir pada bulan Maret 2011.
Traktor robot
Karena penduduk bumi diperkirakan akan meningkat dari 7,7 miliar orang menjadi 9,8 miliar orang pada 2050, berbagai perusahaan menduga permintaan akan ketersediaan makanan dapat menciptakan kesempatan bisnis besar, disamping juga kebutuhan akan permesinan. Pemerintah Jepang saat ini memberikan subsidi bagi pengembangan 20 jenis robot yang mampu membantu berbagai tahapan pertanian, mulai dari pembenihan sampai pemanenan berbagai tanaman. Bekerja sama dengan Hokkaido University, pabrik mesin Yanmar misalnya mengembangkan traktor robot yang telah diuji di lapangan. Satu orang dapat mengoperasikan dua traktor pada waktu yang sama karena sensor dapat mengidentifikasi berbagai hambatan dan menghindari tabrakan.
Pertanian dengan lebih sedikit orang
Lewat teknologi, pemerintah Jepang berusaha menarik perhatian anak muda yang sebelumnya kurang tertarik bekerja di lahan, tetapi tertarik pada teknologi. Ini adalah usaha untuk membangkitkan sektor ekonomi yang mengalami penurunan sumber daya manusia. Dalam 10 tahun, jumlah warga Jepang yang terlibat dalam produksi pertanian turun dari 2,2 juta orang menjadi 1,7 juta orang. Sementara umur rata-rata pekerja sekarang adalah 67 tahun dan sebagian besar petani bekerja paruh waktu. Keadaan topografi juga sangat membatasi pertanian Jepang, yang hanya dapat memproduksi 40% dari pangan yang dibutuhkan. Sekitar 85% daratannya adalah perbukitan dan sebagian besar lahan yang tersisa dipakai untuk menanam beras.
Semprotan dari atas
Penurunan konsumsi beras per tahun, dari 118 kg pada 1962 menjadi kurang dari 60 kg pada 2006, membuat Jepang mulai mendorong diversifikasi pertanian. Tetapi tanpa bantuan manusia, petani harus menggantungkan diri pada mesin dan bioteknologi. Semakin banyak pesawat tak berawak digunakan karena mesin ini dapat melakukan pekerjaan yang dilakulan satu hari oleh manusia, hanya dalam waktu setengah jam. Teknologi tinggi juga memungkinkan perluasan lahan tanaman pangan tanpa tanah. Lewat produksi di rumah kaca dan hidroponik, Jepang dapat meningkatkan produksi buah dan sayur. Produktivitasnya 100 kali lebih tinggi dibandingkan metode konvensional. Lewat alat sensor, perusahaan mengontrol cahaya buatan, nutrien larutan, tingkat karbondioksida dan suhu. Pasar hidroponik saat ini senilai US$1,5 miliar atau Rp21 triliun di dunia, tetapi perusahaan konsultan Allied Market Research memperkirakan angkanya akan berlipat lebih empat kalinya pada 2023.
Transfer teknologi
Jepang juga berjanji membantu negara-negara Afrika untuk menggandakan produksi beras menjadi 50 juta ton pada 2030. Di Senegal, Jepang menanam modal dalam pelatihan teknisi pertanian dan mentransfer teknologi terutama terkait dengan irigasi. Produktivitas kemudian meningkat dari empat ton menjadi tujuh ton beras per hektare. Pemasukan petani naik sekitar 20%. Jepang meningkatkan investasi swasta dan perdagangan mesin pertanian berkelanjutan di benua Afrika. Mereka juga bekerja sama dengan Vietnam dan Myanmar, di samping Brasil. Tetapi tujuan utama revolusi Jepang adalah memperbaiki keamanan pangannya sendiri. Pemerintah Jepang berkeinginan untuk menghasilkan paling tidak 55% dari pangan yang negaranya perlukan pada 2050.
Baca juga: https://www.myherbgardenguy.com/mengenal-black-sapote-si-kesemek-hitam/

